Dunia hiburan berkembang pesat dengan adanya internet dan sistem teknologi modern. Kita bisa melihat kejadian di belahan dunia manapun, asal disiarkan di dalam televisi di rumah kita. Televisi, merupakan benda ajaib yang menjadi sarana pemenuhan kesenangan modern, terutama di Indonesia. Hampir 95% masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap televisi. Tidak heran, realitas yang disuguhkan dalam televisi, hampir selalu dianggap benar-benar terjadi oleh khalayaknya. Teori yang menyatakan bahwa pengaruh televisi sangat kuat untuk mempengaruhi sikap pemirsa, memang telah usang. Namun dengan paparan yang sangat lama dari televisi, alam bawah sadar pemirsa mau tidak mau akan terpengaruh.
Alam bawah sadar yang terpuaskan kesenangannya ini bisa menginspirasi pemiliknya untuk bertindak sesuatu. Masih ingat kasus smackdown yang banyak meremukkan anak Indonesia? Atau yang terbaru ini, ketika seorang mahasiswa di Colorado yang menganggap dirinya “The Joker” menembaki penonton di bioskop saat pemutaran perdana film Batman, “The Dark Night Rises”. Konten hiburan modern ini banyak mempengaruhi alam bawah sadar serta mengajak penonton berimajinasi dan menjauh dari realitas. Hal ini bisa menuntunnya untuk merealisasikan imajinasinya di dunia nyata. Dan itulah yang dilakukan “The Joker”. Mahasiswa bernama James Holmes ini melemparkan bom asap ke dalam studio lalu memulai aksinya. Dengan kostum mirip pasukan Counter-Terrorist, dia mulai menembaki penonton dengan senapan semi otomatis, seperti sedang bermain video game.
The Joker ini mungkin terpengaruh aksi sang pujaan dari film. Film, yang tadinya hanya merupakan hiburan, bisa menjadi mesin cuci otak yang menginspirasi orang berbuat amoral. Misalnya, seberapa banyak pelaku pemerkosaan yang terinspirasi aksinya lewat film porno? Aksi-aksi peniruan semacam ini pernah juga terjadi di Amerika Serikat, ketika sepasang pemuda-pemudi meniru aksi film ”Natural Born Killers”, membunuhi orang di jalanan. Media hiburan modern ini, dampaknya bisa tidak diduga.
Jika membicarakan media hiburan modern, tentu akan kriminal jika tidak melibatkan video game. Video game, sejak awal kemunculannya sudah merebut banyak hati orang, terutama anak-anak dan remaja. Video game dengan berbagai tantangan dan visualisasi yang menarik, dapat memuaskan rasa imajinasi anak-anak yang sedang memuncak. Hal ini ditunjang dengan makin mudah dan murahnya mengakses video game. Memainkan video game, sudah menjadi gaya hidup bagi banyak anak, bahkan sejak beberapa dekade yang lalu.
Permainan dalam video game, perlahan tapi pasti mampu merebut permainan fisik di dunia nyata. Anak-anak modern banyak yang lebih jago “memainkan bola” di lapangan hijau dalam game daripada memainkan sepakbola secara nyata. Kemahiran ini tentu memuaskan impian anak-anak untuk menjadi pemain sepakbola handal, tanpa mengeluarkan keringat. Video game sudah menjadi sarana pemuasan penting bagi banyak anak. Mau tidak mau, dengan paparan yang lama, video game akan memberi pengaruh yang tidak sedikit bagi penggunanya.
Video game memiliki gambar yang menarik serta menyuguhkan banyak tantangan. Anak-anak akan puas dan merasa tertantang untuk menyelesaikannya. Lambat laun, hal ini akan membuat durasi seorang anak memainkan video game, semakin lama. Apalagi jika dia memainkan video game yang tidak ada tamatnya. Dunia video game bisa-bisa menggantikan dunia nyata dari pengguna yang sudah kecanduan.
The Joker ini mungkin terpengaruh aksi sang pujaan dari film. Film, yang tadinya hanya merupakan hiburan, bisa menjadi mesin cuci otak yang menginspirasi orang berbuat amoral. Misalnya, seberapa banyak pelaku pemerkosaan yang terinspirasi aksinya lewat film porno? Aksi-aksi peniruan semacam ini pernah juga terjadi di Amerika Serikat, ketika sepasang pemuda-pemudi meniru aksi film ”Natural Born Killers”, membunuhi orang di jalanan. Media hiburan modern ini, dampaknya bisa tidak diduga.
Jika membicarakan media hiburan modern, tentu akan kriminal jika tidak melibatkan video game. Video game, sejak awal kemunculannya sudah merebut banyak hati orang, terutama anak-anak dan remaja. Video game dengan berbagai tantangan dan visualisasi yang menarik, dapat memuaskan rasa imajinasi anak-anak yang sedang memuncak. Hal ini ditunjang dengan makin mudah dan murahnya mengakses video game. Memainkan video game, sudah menjadi gaya hidup bagi banyak anak, bahkan sejak beberapa dekade yang lalu.
Permainan dalam video game, perlahan tapi pasti mampu merebut permainan fisik di dunia nyata. Anak-anak modern banyak yang lebih jago “memainkan bola” di lapangan hijau dalam game daripada memainkan sepakbola secara nyata. Kemahiran ini tentu memuaskan impian anak-anak untuk menjadi pemain sepakbola handal, tanpa mengeluarkan keringat. Video game sudah menjadi sarana pemuasan penting bagi banyak anak. Mau tidak mau, dengan paparan yang lama, video game akan memberi pengaruh yang tidak sedikit bagi penggunanya.
Video game memiliki gambar yang menarik serta menyuguhkan banyak tantangan. Anak-anak akan puas dan merasa tertantang untuk menyelesaikannya. Lambat laun, hal ini akan membuat durasi seorang anak memainkan video game, semakin lama. Apalagi jika dia memainkan video game yang tidak ada tamatnya. Dunia video game bisa-bisa menggantikan dunia nyata dari pengguna yang sudah kecanduan.