Sebab suksesnya kita adalah bukan untuk diri kita sendiri, melainkan suksesnya kita adalah sebuah amanat untuk berbagi dan membantu orang-orang lain untuk bisa sukses juga....
Adul (nama samaran) dan Arul (nama samaran juga), adalah dua orang penjual produk suplemen, dua-duanya energik, punya antusiasme level dewa, sangat positif dan punya rasa percaya diri yang luar biasa.
Adul berjualan produk suplemen impor dengan kualitas yang premium, berteknologi dan "branded".
Sedangkan Arul hanya berjualan produk suplemen lokal dengan kualitas dan teknologi yang pastinya levelnya di bawah produknya Adul.
Adul menempuh jalan pemasaran yang selama ini dia yakini, ketemu prospek, memberi salam, berjabat tangan lalu bercerita (presentasi) tentang produk terbaik yang dia pasarkan. Lumayan, berkat kemampuan verbal, retorika dan pendekatannya yang bagus, mulai banyak 'closing', yaak satu -- nambah lagi satu dan satu lagi. Adul cukup senang hari itu.
Bagaimana dengan Arul?
Arul tidak punya kemampuan verbal dan retorika sebagus Adul. Pilihan kosakata Arul tidak sehalus dan seindah koleksinya Adul. Tetapi hasil Arul bisa mencapai 10x lipat pencapaian Adul. Lho gimana bisa?
Sederhana....
Arul mendatangi prospeknya, lalu berkenalan, mulai bertegur sapa ringan sampai terlibat pembicaraan hangat tentang keluarga - hobi dan latar belakang. Seru .... Sang prospek terlihat sangat gembira karena sejak awal percakapan, Arul lebih banyak mendengar daripada bicara, Arul nampak asyik menyimak penuturan cerita sang prospek sambil sesekali menimpali dengan guyonan segar dan tampak sang prospek tertawa lepas.
Sampai akhirnya berbicara tentang pekerjaan masing-masing, lagi-lagi Arul nampak antusias mendengarkan kisah pekerjaan sang prospek. Cukup lama berselang, nampaknya sang prospek mulai sadar, kok dia terus yang ngoceh, "Wah maaf nih Mas, dari tadi saya terus yang ngomong, tapi nampaknya Mas ini serius menyimak yaa, gimana ... gimana Mas ini dinas dimana?", tanya sang prospek.
Arul menjawab ringan, "Saya jualan produk suplemen lokal Pak".
Prospek, "Waah, boleh saya lihat produknya?"
Arul, "Lho, saya pikir Bapak nggak tertarik dengan produk suplemen, saya nyimak dari cerita Bapak tadi kalo Bapak selalu menolak tiap salesman yang jualan produk macam ini".
Prospek, "Ha ha ha... nggak lah, iya nggak apa-apa juga sekali-kali menyimak penjelasan Mas, siapa tau berguna".
Arul mulai menjelaskan singkat, padat ddan informatif.
Prospek, "Hmm... gitu yaa, kebetulan saya ada keluhan soal itu tuuh, boleh deh saya coba bawa brosur produk Mas dulu yaa".
Tidak ada 'closing' saat itu, mereka hanya bertukar informasi kontak dan saling berpisah.
Arul kecewa? Tidak.
Dua hari kemudian, sang Prospek menelepon Arul, "Mas, sore ini datang ke rumah saya yaa".
Ketika Arul datang ke rumah sang Prospek, ternyata sedang ada acara arisan keluarga besar, Arul hanya duduk diam sementara sang Prospek yang malah mempromosikan Arul dan produknya. Prospek, "Mas Arul ini orangnya baik, ramah dan teman diskusi yang menyenangkan. Oh ya dia juga jual produk bagus lho, kalau saya baca di brosurnya sih manfaatnya ini dan itu".
Singkat cerita, peserta arisan keluarga termasuk sang Prospek langsung memborong produk Arul, bahkan sampai Arul mesti berjanji kembali lagi esok hari mengantarkan kekurangan produk yang dipesan.
Woow ...
Sobat GH,ers..
Seringkali kita terlalu mendewakan produk (komoditas) yang kita jual, kita berceloteh tentang kualitas, tentang "value for money", tentang superioritas produk dan seterusnya.
Tetapi seringkali pula kita lupa, bahwa the "real product" adalah diri kita sendiri. Di kisah di atas, Adul fokus menjual produk, sementara Arul fokus menjual "personality" nya.
Karena pada hakikatnya, orang akan membeli "personality" kita, bukan semata-mata produk komoditas yang kita jual dan pasarkan.
Adul berjualan produk suplemen impor dengan kualitas yang premium, berteknologi dan "branded".
Sedangkan Arul hanya berjualan produk suplemen lokal dengan kualitas dan teknologi yang pastinya levelnya di bawah produknya Adul.
Adul menempuh jalan pemasaran yang selama ini dia yakini, ketemu prospek, memberi salam, berjabat tangan lalu bercerita (presentasi) tentang produk terbaik yang dia pasarkan. Lumayan, berkat kemampuan verbal, retorika dan pendekatannya yang bagus, mulai banyak 'closing', yaak satu -- nambah lagi satu dan satu lagi. Adul cukup senang hari itu.
Bagaimana dengan Arul?
Arul tidak punya kemampuan verbal dan retorika sebagus Adul. Pilihan kosakata Arul tidak sehalus dan seindah koleksinya Adul. Tetapi hasil Arul bisa mencapai 10x lipat pencapaian Adul. Lho gimana bisa?
Sederhana....
Arul mendatangi prospeknya, lalu berkenalan, mulai bertegur sapa ringan sampai terlibat pembicaraan hangat tentang keluarga - hobi dan latar belakang. Seru .... Sang prospek terlihat sangat gembira karena sejak awal percakapan, Arul lebih banyak mendengar daripada bicara, Arul nampak asyik menyimak penuturan cerita sang prospek sambil sesekali menimpali dengan guyonan segar dan tampak sang prospek tertawa lepas.
Sampai akhirnya berbicara tentang pekerjaan masing-masing, lagi-lagi Arul nampak antusias mendengarkan kisah pekerjaan sang prospek. Cukup lama berselang, nampaknya sang prospek mulai sadar, kok dia terus yang ngoceh, "Wah maaf nih Mas, dari tadi saya terus yang ngomong, tapi nampaknya Mas ini serius menyimak yaa, gimana ... gimana Mas ini dinas dimana?", tanya sang prospek.
Arul menjawab ringan, "Saya jualan produk suplemen lokal Pak".
Prospek, "Waah, boleh saya lihat produknya?"
Arul, "Lho, saya pikir Bapak nggak tertarik dengan produk suplemen, saya nyimak dari cerita Bapak tadi kalo Bapak selalu menolak tiap salesman yang jualan produk macam ini".
Prospek, "Ha ha ha... nggak lah, iya nggak apa-apa juga sekali-kali menyimak penjelasan Mas, siapa tau berguna".
Arul mulai menjelaskan singkat, padat ddan informatif.
Prospek, "Hmm... gitu yaa, kebetulan saya ada keluhan soal itu tuuh, boleh deh saya coba bawa brosur produk Mas dulu yaa".
Tidak ada 'closing' saat itu, mereka hanya bertukar informasi kontak dan saling berpisah.
Arul kecewa? Tidak.
Dua hari kemudian, sang Prospek menelepon Arul, "Mas, sore ini datang ke rumah saya yaa".
Ketika Arul datang ke rumah sang Prospek, ternyata sedang ada acara arisan keluarga besar, Arul hanya duduk diam sementara sang Prospek yang malah mempromosikan Arul dan produknya. Prospek, "Mas Arul ini orangnya baik, ramah dan teman diskusi yang menyenangkan. Oh ya dia juga jual produk bagus lho, kalau saya baca di brosurnya sih manfaatnya ini dan itu".
Singkat cerita, peserta arisan keluarga termasuk sang Prospek langsung memborong produk Arul, bahkan sampai Arul mesti berjanji kembali lagi esok hari mengantarkan kekurangan produk yang dipesan.
Woow ...
Sobat GH,ers..
Seringkali kita terlalu mendewakan produk (komoditas) yang kita jual, kita berceloteh tentang kualitas, tentang "value for money", tentang superioritas produk dan seterusnya.
Tetapi seringkali pula kita lupa, bahwa the "real product" adalah diri kita sendiri. Di kisah di atas, Adul fokus menjual produk, sementara Arul fokus menjual "personality" nya.
Karena pada hakikatnya, orang akan membeli "personality" kita, bukan semata-mata produk komoditas yang kita jual dan pasarkan.