Pernahkah Sobat GH memperhatikan adanya simbol-simbol ini pada pengemas yang terbuat dari bahan plastik? Apakah makna dan tujuan dari dicantumkannya simbol-simbol tersebut?
Simbol segitiga dengan arah panah berputar merupakan symbol dari aktivitas daur ulang. Ini juga menyiratkan bahwa bahan-bahan plastik dapat di daur ulang. Sementara angka dan kata yang ada di dalam atau dibawah symbol segitiga tersebut merupakan kode untuk mengidentifikasi jenis bahan plastik yang digunakan pada bahan pengemas tersebut. Terkadang kode indentifikasi yang digunakan berupa angka saja (1-7), dan terkadang berupa kata saja (PET atau PETE, HDPE, PVC atau V, LDPE, PP, PS, OTHER).
Simbol segitiga dengan arah panah berputar merupakan symbol dari aktivitas daur ulang. Ini juga menyiratkan bahwa bahan-bahan plastik dapat di daur ulang. Sementara angka dan kata yang ada di dalam atau dibawah symbol segitiga tersebut merupakan kode untuk mengidentifikasi jenis bahan plastik yang digunakan pada bahan pengemas tersebut. Terkadang kode indentifikasi yang digunakan berupa angka saja (1-7), dan terkadang berupa kata saja (PET atau PETE, HDPE, PVC atau V, LDPE, PP, PS, OTHER).
Apapun kode yang digunakan, masyarakat umum tetap memerlukan penjelasan mengenai makna kode-kode tersebut.
Berikut ini adalah arti dari kode daur ulang bahan plastik:
“1” atau “PET” atau “PETE” adalah kode untuk bahan Poly Ethylene Terephthalate.
“2” atau “HDPE” adalah kode untuk bahan High Density Poly Ethylene.
“3” atau “V” atau “PVC” adalah kode untuk bahan Poly Vinyl Chlorida.
“4” atau “LDPE” adalah kode untuk bahan Low Density Poly Ethylene.
“5” atau “PP” adalah kode untuk bahan Poly Propylene.
“6” atau “PS” adalah kode untuk bahan Poly Styrene.
“7” atau “OTHER” adalah kode untuk bahan plastik jenis selain itu, seperti Poly Carbonate, Poly Methyl Methacrylate, dan lain-lain.
Seperti kita ketahui, aktivitas daur ulang sampah rumah tangga di Indonesia belum dikelola dengan efisien. Proses pengelolaan daur ulang sampah rumah tangga harus di mulai di rumah-rumah, yaitu tempat dimana sampah-sampah tersebut mula-mula dihasilkan, dan di tahapan inilah sebenarnya efisiensi keseluruhan proses daur ulang sampah domestik ditentukan. Idealnya, di rumah-rumah, sampah-sampah sudah dipisah-pisahkan menurut jenisnya, biasanya dibagi menurut kategori ”sampah basah” dan ”sampah kering”. Sampah basah adalah sampah organik sisa-sisa makanan, sementara sampah kering biasanya dipisah-pisahkan lagi menjadi ”gelas dan plastik”, ”kaleng/aluminium”, dan ”kertas”.
Berikut ini adalah arti dari kode daur ulang bahan plastik:
“1” atau “PET” atau “PETE” adalah kode untuk bahan Poly Ethylene Terephthalate.
“2” atau “HDPE” adalah kode untuk bahan High Density Poly Ethylene.
“3” atau “V” atau “PVC” adalah kode untuk bahan Poly Vinyl Chlorida.
“4” atau “LDPE” adalah kode untuk bahan Low Density Poly Ethylene.
“5” atau “PP” adalah kode untuk bahan Poly Propylene.
“6” atau “PS” adalah kode untuk bahan Poly Styrene.
“7” atau “OTHER” adalah kode untuk bahan plastik jenis selain itu, seperti Poly Carbonate, Poly Methyl Methacrylate, dan lain-lain.
Seperti kita ketahui, aktivitas daur ulang sampah rumah tangga di Indonesia belum dikelola dengan efisien. Proses pengelolaan daur ulang sampah rumah tangga harus di mulai di rumah-rumah, yaitu tempat dimana sampah-sampah tersebut mula-mula dihasilkan, dan di tahapan inilah sebenarnya efisiensi keseluruhan proses daur ulang sampah domestik ditentukan. Idealnya, di rumah-rumah, sampah-sampah sudah dipisah-pisahkan menurut jenisnya, biasanya dibagi menurut kategori ”sampah basah” dan ”sampah kering”. Sampah basah adalah sampah organik sisa-sisa makanan, sementara sampah kering biasanya dipisah-pisahkan lagi menjadi ”gelas dan plastik”, ”kaleng/aluminium”, dan ”kertas”.
Mengapa sampah perlu dipisah-pisahkan sedemikian rupa? Alasan utamanya adalah agar sampah yang masih bisa didaur ulang itu tidak rusak sifat-sifatnya. Sebagai contoh, jika sampah plastik yang bersih tercampur dengan sampah basah yang berupa sisa-sisa makanan, maka diperlukan usaha-usaha untuk membersihkan plastik tersebut dari kotoran berminyak dari sisa -sisa makanan dan itu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Jika plastik yang berminyak dan bercampur dengan sedikit sisa makanan itu dicoba diproses kembali menjadi barang baru dengan menggunakan mesin pemroses plastik, maka sifat produk plastik yang dihasilkan akan menjadi jauh lebih buruk karena adanya kontaminasi dengan bahan-bahan lain (kotoran).
Aktivitas daur ulang atas sebagian dari sampah rumah tangga sebenarnya sudah berlangsung selama ini, yang dimungkinkan karena adanya nilai ekonomi dari sebagian komponen dalam sampah rumah tangga, misalnya botol-botol plastik, besi, kayu dan gelas. Tapi sebenarnya masih banyak lagi komponen sampah yang bisa di daur ulang, jika saja aktivitas daur ulang tersebut dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi. Aktivitas semacam ini memerlukan dukungan segenap masyarakat dan terutama campur tangan pemerintah.
Di Jepang, misalnya, daur ulang dilakukan secara besar-besaran, dengan melibatkan seluruh rakyat, lengkap dengan undang-undang yang disetujui lembaga DPRD disana, yaitu UU Pengumpulan Sampah Terpilah dan Daur Ulang Kaleng dan Kemasan (1997). Mengingat masalah penanganan sampah kita yang kurang baik dan sudah seringkali menimbulkan masalah sosial dan lingkungan, maka adanya inisiatif Pemerintah dan masyarakat untuk menggiatkan aktivitas daur ulang yang didukung dengan adanya undang-undang tentang pengelolaan sampah dan daur ulang sebenarnya sudah menjadi suatu kebutuhan yang mendesak saat ini.
Bahan plastik yang sebenarnya hingga saat ini telah memberi banyak manfaat bagi kehidupan manusia, pada akhirnya malah dibebani citra buruk ”tidak ramah lingkungan” karena bertebarannya sampah plastik dimana-mana. Sampah-sampah plastik yang bertebaran ini termasuk dalam kategori sampah plastik yang sudah terkontaminasi oleh kotoran, sehingga mempersulit (mempermahal biaya) proses daur ulangnya, sehingga menjadikannya tidak ekonomis untuk didaur ulang. Jika saja dilakukan pemisahan atas sampah di rumah-rumah, maka jenis sampah yang terkontaminasi kotoran semacam ini akan dapat dikurangi secara drastis. Sehingga sebagian besar sampah plastik akan dapat dengan mudah di daur ulang.
Sebenarnya ini adalah tanggungjawab seluruh masyarakat untuk mengelola sampah-sampah plastik tersebut, karena daur ulang tidak mungkin dilakukan tanpa kerjasama yang baik oleh masyarakat. Ada sementara pihak yang mengusulkan pengurangan penggunaan bahan plastik sebagai suatu solusi bagi masalah yang ditimbulkan oleh sampah plastik. Sebenarnya solusi semacam itu tidak menyentuh akar dari permasalahan yang sesungguhnya. Jika kita amati, tingkat konsumsi bahan plastik perkapita di suatu negara adalah sebanding dengan pendapatan perkapita negara tersebut.
Artinya dengan semakin majunya suatu negara maka otomatis tingkat konsumsi bahan plastik akan meningkat, karena bahan plastik adalah kebutuhan dasar masyarakat modern yang telah menyumbang pada perbaikan tingkat kesehatan, higienis, kemudahan dan kenyamanan hidup masyarakat. Tingkat konsumsi plastik PVC di Indonesia pertahun saat ini adalah 1,45 kg per kapita (data tahun 2007), hanya sedikit lebih tinggi dibanding negara-negara miskin di Afrika. Angka ini masih 4 kali lebih rendah dari Thailand (5,97 kg per kapita) dan 7 kali lebih rendah dibandingkan Malaysia (10,4 kg per kapita) (data tahun 2004). Dan tingkat konsumsi plastik PVC tertinggi adalah di Eropa Barat (14,1 kg per kapita) dan Amerika Serikat (15,5 kg per kapita) (data tahun 2004). Sementara tingkat konsumsi plastik jenis lain di negara-negara tersebut kurang lebih proporsional dengan tingkat konsumsi PVC tersebut.
Mengurangi konsumsi plastik berarti membawa kita setingkat atau bahkan lebih rendah dari negara-negara miskin di Afrika. Sementara itu negara-negara Eropa mampu ”berdamai” dengan tingkat konsumsi plastik yang begitu tinggi (14,1 kg per kapita) disebabkan karena proses daur ulang plastik telah dilakukan secara intensif di negara-negara tersebut, sehingga sampah plastik tidak menjadi masalah. Di negara-negara dengan tingkat daur ulang plastik yang baik, bahan plastik justru menjadi sahabat masyarakat karena telah diakui luas manfaatnya selama ini.
Aktivitas daur ulang atas sebagian dari sampah rumah tangga sebenarnya sudah berlangsung selama ini, yang dimungkinkan karena adanya nilai ekonomi dari sebagian komponen dalam sampah rumah tangga, misalnya botol-botol plastik, besi, kayu dan gelas. Tapi sebenarnya masih banyak lagi komponen sampah yang bisa di daur ulang, jika saja aktivitas daur ulang tersebut dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi. Aktivitas semacam ini memerlukan dukungan segenap masyarakat dan terutama campur tangan pemerintah.
Di Jepang, misalnya, daur ulang dilakukan secara besar-besaran, dengan melibatkan seluruh rakyat, lengkap dengan undang-undang yang disetujui lembaga DPRD disana, yaitu UU Pengumpulan Sampah Terpilah dan Daur Ulang Kaleng dan Kemasan (1997). Mengingat masalah penanganan sampah kita yang kurang baik dan sudah seringkali menimbulkan masalah sosial dan lingkungan, maka adanya inisiatif Pemerintah dan masyarakat untuk menggiatkan aktivitas daur ulang yang didukung dengan adanya undang-undang tentang pengelolaan sampah dan daur ulang sebenarnya sudah menjadi suatu kebutuhan yang mendesak saat ini.
Bahan plastik yang sebenarnya hingga saat ini telah memberi banyak manfaat bagi kehidupan manusia, pada akhirnya malah dibebani citra buruk ”tidak ramah lingkungan” karena bertebarannya sampah plastik dimana-mana. Sampah-sampah plastik yang bertebaran ini termasuk dalam kategori sampah plastik yang sudah terkontaminasi oleh kotoran, sehingga mempersulit (mempermahal biaya) proses daur ulangnya, sehingga menjadikannya tidak ekonomis untuk didaur ulang. Jika saja dilakukan pemisahan atas sampah di rumah-rumah, maka jenis sampah yang terkontaminasi kotoran semacam ini akan dapat dikurangi secara drastis. Sehingga sebagian besar sampah plastik akan dapat dengan mudah di daur ulang.
Sebenarnya ini adalah tanggungjawab seluruh masyarakat untuk mengelola sampah-sampah plastik tersebut, karena daur ulang tidak mungkin dilakukan tanpa kerjasama yang baik oleh masyarakat. Ada sementara pihak yang mengusulkan pengurangan penggunaan bahan plastik sebagai suatu solusi bagi masalah yang ditimbulkan oleh sampah plastik. Sebenarnya solusi semacam itu tidak menyentuh akar dari permasalahan yang sesungguhnya. Jika kita amati, tingkat konsumsi bahan plastik perkapita di suatu negara adalah sebanding dengan pendapatan perkapita negara tersebut.
Artinya dengan semakin majunya suatu negara maka otomatis tingkat konsumsi bahan plastik akan meningkat, karena bahan plastik adalah kebutuhan dasar masyarakat modern yang telah menyumbang pada perbaikan tingkat kesehatan, higienis, kemudahan dan kenyamanan hidup masyarakat. Tingkat konsumsi plastik PVC di Indonesia pertahun saat ini adalah 1,45 kg per kapita (data tahun 2007), hanya sedikit lebih tinggi dibanding negara-negara miskin di Afrika. Angka ini masih 4 kali lebih rendah dari Thailand (5,97 kg per kapita) dan 7 kali lebih rendah dibandingkan Malaysia (10,4 kg per kapita) (data tahun 2004). Dan tingkat konsumsi plastik PVC tertinggi adalah di Eropa Barat (14,1 kg per kapita) dan Amerika Serikat (15,5 kg per kapita) (data tahun 2004). Sementara tingkat konsumsi plastik jenis lain di negara-negara tersebut kurang lebih proporsional dengan tingkat konsumsi PVC tersebut.
Mengurangi konsumsi plastik berarti membawa kita setingkat atau bahkan lebih rendah dari negara-negara miskin di Afrika. Sementara itu negara-negara Eropa mampu ”berdamai” dengan tingkat konsumsi plastik yang begitu tinggi (14,1 kg per kapita) disebabkan karena proses daur ulang plastik telah dilakukan secara intensif di negara-negara tersebut, sehingga sampah plastik tidak menjadi masalah. Di negara-negara dengan tingkat daur ulang plastik yang baik, bahan plastik justru menjadi sahabat masyarakat karena telah diakui luas manfaatnya selama ini.