Dalam satu atau dua dekade terakhir ini, ada trend menarik dari perusahaan-perusahaan besar semisal GE, McDonald, Motorolla, Apple, Microsoft dan sebagainya. Yaitu " Corporate University ! ".
Sejumlah nama yang disebut diatas merupakan contoh organisasi yang percaya akan keampuhan "corporate university" bagi keberlangsungan perusahaannya dalam jangka panjang melalui regenerasi "leader", melalui pendidikan terprogram dalam "real project" untuk menggembleng calon-calon eksekutifnya dimasa depan.
Bagi perusahaan2 itu, pelatihan dan pendidikan karyawan bukanlah sekedar aspek peningkatan SDM, namun adalah upaya mencetak leader tangguh bagi masa depan yang benar-benar memahami keunikan organisasi, keunikan cara berfikir para leader sebelumnya serta mampu melanjutkan "kearifan" perusahaan itu sebagai DNA keunggulan perusahaan. Dalam visi dan misi yg jauh kedepan ini, maka dapat dipahami bahwa upaya "kuno" bernama diklat, training, pelatihan dsbnya sudah tidak sesuai dan relevan dengan tuntutan visi dan misi itu, sehingga lahirlah konsep "corporate university".
Sejumlah nama yang disebut diatas merupakan contoh organisasi yang percaya akan keampuhan "corporate university" bagi keberlangsungan perusahaannya dalam jangka panjang melalui regenerasi "leader", melalui pendidikan terprogram dalam "real project" untuk menggembleng calon-calon eksekutifnya dimasa depan.
Bagi perusahaan2 itu, pelatihan dan pendidikan karyawan bukanlah sekedar aspek peningkatan SDM, namun adalah upaya mencetak leader tangguh bagi masa depan yang benar-benar memahami keunikan organisasi, keunikan cara berfikir para leader sebelumnya serta mampu melanjutkan "kearifan" perusahaan itu sebagai DNA keunggulan perusahaan. Dalam visi dan misi yg jauh kedepan ini, maka dapat dipahami bahwa upaya "kuno" bernama diklat, training, pelatihan dsbnya sudah tidak sesuai dan relevan dengan tuntutan visi dan misi itu, sehingga lahirlah konsep "corporate university".
Apabila ditanyakan kepada kita, sekolah bisnis mana yang layak disebut sebagai terbaik di dunia? Sebagian kita mungkin akan menyebut nama Harvard Business School, atau Wharton School of Business, atau mungkin MIT. Namun bagi sebagian yang lain, yang layak dianggap sekolah bisnis terbaik adalah GE Campus at Crottonville. Sebabnya sederhana: berdasar survei, kampus GE ini ternyata lebih banyak menghasilkan CEO dan business leaders hebat dibanding sekolah bisnis manapun di dunia ini.
GE Campus yang berlokasi di Crottonville, USA, boleh jadi merupakan contoh terbaik tentang proses pengembangan corporate university. Disinilah, segenap manajer GE dari seluruh dunia digembleng dan ditempa untuk menjadi great leaders yang mampu menggerakan roda bisnis GE menuju kesempurnaan prestasi. Ketika masih menjabat CEO GE, Jack Welch senantiasa menyebut GE Campus sebagai salah satu elemen terpenting bagi kegemilangan prestasi bisnis GE.
Bagi banyak organisasi kelas dunia, konsep pendirian kampus perusahaan semacam GE Campus telah banyak dilakoni. Selain GE Campus, kampus perusahaan lain yang juga tenar adalah Motorola University yang dikenal sebagai pelopor gerakan mutu Six Sigma. Contoh lainnya adalah McDonald University, tempat dimana semua calon pemilik usaha franchise McD dari seluruh dunia digembleng untuk memahami bagaimana menjual hamburger.
Bila ditarik garis sejarah kebelakang, kita temui bahwa "university" ini menjadi tumpuan dasar bagi berbagai peradaban besar. University adalah kampus peradaban untuk menghasilkan para leader yang mampu mengambil peran-peran peradabannya.
Kalau kita simak sirah, dan menggali aspek tarbiyah nya, maka kita temukan bahwa tarbiyah bukanlah pendidikan yang mentransfer pengetahuan, namun pendidikan yg diorientasikan untuk menghasilkan "leader", yaitu para khalifah, para Imaroh dan para Imam. Para leader ini dipastikan memiliki cara berfikir, cara merasa dan cara bertindak para penghulu sebelumnya, yaitu para Nabi alaihumusalaam.
Kembali ke perusahaan-perusahaan modern tadi, dari apa yang sudah dilakukan Welch, Steve Jobs dll, maka kita dapat yakin bahwa mereka memandang organisasi mereka bukan sekedar perusahaan, namun mereka memandang organisasi mereka sebagai sebuah peradaban yang akan berdiri ratusan tahun sehingga memerlukan sebuah universitas utk meregenerasi para "Leader" yang cara berfikir, cara merasa dan cara bertindak mengikuti kearifan para pemimpin sebelumnya yang mampu membuat "hat-trick" pada zamannya.
Kalau kita coba refleksikan cerita di atas, terhadap berbagai program yang dilakukan baik oleh Pemerintah maupun swasta atau LSM terhadap kemandirian desa, maka kita temukan bahwa ada yang dilupakan sehingga seringkali program gagal dan tidak berlanjut bahkan menghasilkan masalah-masalah pelik berikutnya.
Satu hal yang sering dilalaikan adalah gagasan untuk mendirikan "Universitas Desa" dengan berbasis kearifan lokal yang mampu mencetak "local leader" nan tangguh dan berakhlak.
Misalnya, program OVOP (One Village, One Product) yang digagas Kemenkop ternyata "lupa" untuk mengintegrasikan dengan sekolah di desa untuk mencetak "local leader". Padahal di negara asal mula suksesnya OVOP, di Jepang, setiap program OVOP selalu dibarengi dengan pendirian "taman belajar" untuk mencetak local leader yang menjamin keberlanjutan kearifan dan transformasi sosial.
Kebanyakan sekolah-sekolah di desa, sebagai kerja "kemdiknasbud" jauh-jauh hari bahkan sudah tidak terkait sama sekali dengan kearifan dan keunggulan daerahnya, apalagi terfikir mencetak "local leader". Yang dicetak adalah pengangguran dan anak putus sekolah di desa yang semakin banyak.
Begitupula program-program lainnya. Sebut saja misalnya program pengentasan kemiskinan KUBE Kemensos yang selalu dipusingkan oleh lemahnya kualitas tenaga pendamping, program GAPOKTAN yang juga dipusingkan oleh lemahnya kualitas tenaga penyuluh, program DME (Desa Mandiri Energi) juga bernasib sama. Pendamping dan Penyuluh adalah ujung tombak keberhasilan berbagai program, dan itu semestinya tidak diperlukan ketika "sekolah-sekolah berbasis kearifan/keunggulan lokal" dapat melahirkan "local leader" yg mampu mengawal pelaksanaan bahkan keberlanjutan program baik inisiatif pemerintah, NGO, maupun inisiatif sendiri.
Belum lama saya bertemu seorang agent UNICEF, yang meminta saya ikut menyumbang Rp. 3 ribu perhari ( Rp. 150 rb ) sebulan untuk membantu "menyantuni" anak-anak miskin di seluruh Indonesia yang memerlukan dana 30 Milyar sebulan. Bukan saya "tidak simpatik" terhadap program seperti ini, namun tanpa diarahkan kepada "pendidikan berbasis keunggulan lokal" yang mampu mencetak local leader, maka menurut saya program ini hanya akan menambah panjang usia kemiskinan dan ketergantungan di negeri ini.
Jadi bila perusahaan2 besar memandang diri mereka adalah sebuah peradaban yg memerlukan "corporate university" untuk mencetak future leader utk keberlanjutan perusahaannya, mengapa kita tidak mampu memandang "desa" sebagai sebuah miniatur peradaban yang memerlukan "village university" yang melahirkan "local leader" untuk kemandirian dan masa depan yg lebih baik bagi desa tersebut?
Local leader ini dipastikan tidak akan menjadi Urban di kota, dipastikan akan menjadi mitra teladan bagi desa lainnya, dipastikan akan melanjutkan kearifan dan keunggulan desanya, dipastikan mampu membuat desanya mandiri, dipastikan mampu memanfaatkan program pemerintah secara efektif serta dipastikan mampu menyelesaikan permasalah lokalnya.
Adakah sekolah berbasis keunggulan lokal di daerah anda yang melahirkan Local Leader?? Bila tidak ada, pastikan anda adalah orang yang pertama melakukannya :-)
Salam Pendidikan Masa Depan
GE Campus yang berlokasi di Crottonville, USA, boleh jadi merupakan contoh terbaik tentang proses pengembangan corporate university. Disinilah, segenap manajer GE dari seluruh dunia digembleng dan ditempa untuk menjadi great leaders yang mampu menggerakan roda bisnis GE menuju kesempurnaan prestasi. Ketika masih menjabat CEO GE, Jack Welch senantiasa menyebut GE Campus sebagai salah satu elemen terpenting bagi kegemilangan prestasi bisnis GE.
Bagi banyak organisasi kelas dunia, konsep pendirian kampus perusahaan semacam GE Campus telah banyak dilakoni. Selain GE Campus, kampus perusahaan lain yang juga tenar adalah Motorola University yang dikenal sebagai pelopor gerakan mutu Six Sigma. Contoh lainnya adalah McDonald University, tempat dimana semua calon pemilik usaha franchise McD dari seluruh dunia digembleng untuk memahami bagaimana menjual hamburger.
Bila ditarik garis sejarah kebelakang, kita temui bahwa "university" ini menjadi tumpuan dasar bagi berbagai peradaban besar. University adalah kampus peradaban untuk menghasilkan para leader yang mampu mengambil peran-peran peradabannya.
Kalau kita simak sirah, dan menggali aspek tarbiyah nya, maka kita temukan bahwa tarbiyah bukanlah pendidikan yang mentransfer pengetahuan, namun pendidikan yg diorientasikan untuk menghasilkan "leader", yaitu para khalifah, para Imaroh dan para Imam. Para leader ini dipastikan memiliki cara berfikir, cara merasa dan cara bertindak para penghulu sebelumnya, yaitu para Nabi alaihumusalaam.
Kembali ke perusahaan-perusahaan modern tadi, dari apa yang sudah dilakukan Welch, Steve Jobs dll, maka kita dapat yakin bahwa mereka memandang organisasi mereka bukan sekedar perusahaan, namun mereka memandang organisasi mereka sebagai sebuah peradaban yang akan berdiri ratusan tahun sehingga memerlukan sebuah universitas utk meregenerasi para "Leader" yang cara berfikir, cara merasa dan cara bertindak mengikuti kearifan para pemimpin sebelumnya yang mampu membuat "hat-trick" pada zamannya.
Kalau kita coba refleksikan cerita di atas, terhadap berbagai program yang dilakukan baik oleh Pemerintah maupun swasta atau LSM terhadap kemandirian desa, maka kita temukan bahwa ada yang dilupakan sehingga seringkali program gagal dan tidak berlanjut bahkan menghasilkan masalah-masalah pelik berikutnya.
Satu hal yang sering dilalaikan adalah gagasan untuk mendirikan "Universitas Desa" dengan berbasis kearifan lokal yang mampu mencetak "local leader" nan tangguh dan berakhlak.
Misalnya, program OVOP (One Village, One Product) yang digagas Kemenkop ternyata "lupa" untuk mengintegrasikan dengan sekolah di desa untuk mencetak "local leader". Padahal di negara asal mula suksesnya OVOP, di Jepang, setiap program OVOP selalu dibarengi dengan pendirian "taman belajar" untuk mencetak local leader yang menjamin keberlanjutan kearifan dan transformasi sosial.
Kebanyakan sekolah-sekolah di desa, sebagai kerja "kemdiknasbud" jauh-jauh hari bahkan sudah tidak terkait sama sekali dengan kearifan dan keunggulan daerahnya, apalagi terfikir mencetak "local leader". Yang dicetak adalah pengangguran dan anak putus sekolah di desa yang semakin banyak.
Begitupula program-program lainnya. Sebut saja misalnya program pengentasan kemiskinan KUBE Kemensos yang selalu dipusingkan oleh lemahnya kualitas tenaga pendamping, program GAPOKTAN yang juga dipusingkan oleh lemahnya kualitas tenaga penyuluh, program DME (Desa Mandiri Energi) juga bernasib sama. Pendamping dan Penyuluh adalah ujung tombak keberhasilan berbagai program, dan itu semestinya tidak diperlukan ketika "sekolah-sekolah berbasis kearifan/keunggulan lokal" dapat melahirkan "local leader" yg mampu mengawal pelaksanaan bahkan keberlanjutan program baik inisiatif pemerintah, NGO, maupun inisiatif sendiri.
Belum lama saya bertemu seorang agent UNICEF, yang meminta saya ikut menyumbang Rp. 3 ribu perhari ( Rp. 150 rb ) sebulan untuk membantu "menyantuni" anak-anak miskin di seluruh Indonesia yang memerlukan dana 30 Milyar sebulan. Bukan saya "tidak simpatik" terhadap program seperti ini, namun tanpa diarahkan kepada "pendidikan berbasis keunggulan lokal" yang mampu mencetak local leader, maka menurut saya program ini hanya akan menambah panjang usia kemiskinan dan ketergantungan di negeri ini.
Jadi bila perusahaan2 besar memandang diri mereka adalah sebuah peradaban yg memerlukan "corporate university" untuk mencetak future leader utk keberlanjutan perusahaannya, mengapa kita tidak mampu memandang "desa" sebagai sebuah miniatur peradaban yang memerlukan "village university" yang melahirkan "local leader" untuk kemandirian dan masa depan yg lebih baik bagi desa tersebut?
Local leader ini dipastikan tidak akan menjadi Urban di kota, dipastikan akan menjadi mitra teladan bagi desa lainnya, dipastikan akan melanjutkan kearifan dan keunggulan desanya, dipastikan mampu membuat desanya mandiri, dipastikan mampu memanfaatkan program pemerintah secara efektif serta dipastikan mampu menyelesaikan permasalah lokalnya.
Adakah sekolah berbasis keunggulan lokal di daerah anda yang melahirkan Local Leader?? Bila tidak ada, pastikan anda adalah orang yang pertama melakukannya :-)
Salam Pendidikan Masa Depan