Greywater (limbah rumah tangga ringan) berasal dari air bekas cucian peralatan rumah tangga, seperti peralatan makan, pakaian, dll. Sedikitnya 1,3 juta meter kubik limbah cair rumah tangga dari 22 juta penduduk Jabodetabek dialirkan ke sungai, belum termasuk penduduk di daerah perkotaan lain (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jakarta, 2012)
Dari sini muncul ide di kepala saya, kenapa kita tidak mengolah air limbah rumah tangga (greywater) menjadi air bersih yang bisa dimanfaatkan kembali? Tentu banyak masalah yang dapat teratasi, mulai dari masalah krisis air bersih, masalah lingkungan, hingga masalah kerugian di bidang pariwisata.
Teknologi pengolahan air limbah rumah tangga yang ada saat ini memerlukan beberapa tahapan agar mendapatkan air bersih. Tempat pengolahan juga harus dikontrol dan dibersihkan secara berkala. Hal ini membuat proses pengolahan menjadi tidak praktis. Oleh karena itu, teknologi yang cepat dan efektif untuk pengolahan air limbah rumah tangga sangat diperlukan.
Katalis yang digunakan, yaitu Titanium oksida (TiO2), hanya akan aktif ketika terkena cahaya, termasuk cahaya matahari dan tergolong aman, murah, serta ramah lingkungan karena bersifat non toksik. Karena menggunakan energi radiasi sinar matahari, fotokatalisis termasuk teknologi hemat energi. Selain itu, tidak memerlukan pengontrolan dan pembersihan tempat pengolahan secara berkala. Dengan demikian, fotokatalisis merupakan teknologi yang cukup solutif untuk pengolahan greywater rumah tangga.
Sampel yang kami gunakan adalah air yang mengandung deterjen sebagai salah satu komponen greywater rumah tangga. Eksperimen dilakukan pada kotak plastik yang berisi 1 L air sampel yang mengandung deterjen 100 ppm dan berisi fotokatalis. Kotak tersebut diletakkan di bawah sinar matahari selama 2,5 jam.
Kami menggunakan fotokatalis TiO2 Degussa P-25 berukuran nano yang dilapiskan ke batu apung. Cara ini juga telah dilakukan oleh senior kami, Winda, Ikha, dan Ayuko untuk teknologi pengolahan air hujan menjadi air minum. Batu apung digunakan untuk menjaga katalis tetap berada di permukaan sampel agar terkena sinar matahari. Batu apung yang digunakan memiliki diameter 1-2 cm. Ukuran batu apung yang kecil membuat luas permukaan kontak antara fotokatalis dengan sampel semakin besar sehingga proses pengolahan limbah semakin efektif.
Hasil penelitian kami ternyata cukup memuaskan. Setelah 2,5 jam, sampel menunjukkan penurunan konsentrasi deterjen sebanyak 88%. Dengan demikian, terbukti bahwa teknologi fotokatalisis efektif untuk aplikasi proses pengolahan limbah rumah tangga dan hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat. Melihat hasil tersebut, tidak menutup kemungkinan pengolahan limbah rumah tangga ini dapat dikembangkan lagi hingga menghasilkan air yang siap minum.