Pernah nggak sih membayangkan bahwa bahwa bumi ini suatu hari nanti akan mengalami krisis energi? Saat ini, kita nyaris sepenuhnya bergantung pada energi minyak bumi dan batubara, yang butuh jutaan tahun untuk terbentuk.
Cadangannya terbatas, padahal konsumsi energi kita terus meningkat sebesar 7 persen setiap tahunnya, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan konsumsi energi dunia yang hanya rata-rata 2,6 persen per tahun.
Cadangannya terbatas, padahal konsumsi energi kita terus meningkat sebesar 7 persen setiap tahunnya, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan konsumsi energi dunia yang hanya rata-rata 2,6 persen per tahun.
Coba deh lirik sekitar, bukan cuma untuk industri, kedua jenis energi tidak terbarukan tersebut juga memiliki peran signifikan dalam kehidupan sehari-hari kita, misalnya berupa listrik ataupun bensin untuk kendaraan. Pernah mengalami pemadaman listrik karena gardu PLN rusak? Baru sebentar saja kita sudah panik kan? Bagaimana kalau itu terjadi terus menerus dan merata di seluruh wilayah Indonesia, ‘hanya’ karena tidak ada lagi sumber energi yang bisa menyalakan generator listrik?
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya sempat merilis data berdasarkan cadangan terbukti tahun ini yang mengungkapkan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam 10 tahun ke depan. Sementara, batubara diprediksi akan habis dalam 80 tahun. Nah lo. Artinya, ada potensi bahwa anak atau cucu kita kelak akan mengalami krisis energi. Kalau Indonesia sampai impor, akan ironis sekali. Masak, lumbung energi ini akhirnya harus membeli minyak dan batubara dari negara lain? (Eh tapi sebenarnya kita sudah impor minyak bumi sih, sigh). Atau jangan-jangan kita juga harus memikirkan mencari sumber energi lain di antariksa sana, meniru Om Jake Sully di film Avatar?
Padahal nih ya, oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Indonesia sudah dilimpahi oleh sumber energi lain yang tidak akan habis, yaitu sumber energi terbarukan atau renewable energi. Apa sumber energi terbarukan itu? Energi ini adalah energi yang berasal dari alam, sehingga tidak perlu khawatir akan habis. Bentuknya beragam, bisa berupa tenaga surya, tenaga angin, tenaga air, ataupun panas bumi. Tersedia dengan melimpah dan gratis.
Nah, dari seluruhnya, energi air merupakan jenis energi yang paling mudah dan murah untuk dimanfaatkan, terutama sebagai penghasil listrik. Biasanya, tenaga air didapatkan dengan memanfaatkan gerakan air dari sungai yang dibendung kemudian dialirkan ke turbin yang berfungsi mengubah energi kinetik dari gerakan air menjadi energi mekanik yang dapat menggerakan generator listrik. Ini yang disebut dengan “hydroelectric”. Hydroelectric ini menyumbang sekitar 715.000 MW atau sekitar 19% kebutuhan listrik dunia. bahkan di Kanada, 61% dari kebutuhan listrik negara berasal dari Hydroelectric.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya sempat merilis data berdasarkan cadangan terbukti tahun ini yang mengungkapkan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam 10 tahun ke depan. Sementara, batubara diprediksi akan habis dalam 80 tahun. Nah lo. Artinya, ada potensi bahwa anak atau cucu kita kelak akan mengalami krisis energi. Kalau Indonesia sampai impor, akan ironis sekali. Masak, lumbung energi ini akhirnya harus membeli minyak dan batubara dari negara lain? (Eh tapi sebenarnya kita sudah impor minyak bumi sih, sigh). Atau jangan-jangan kita juga harus memikirkan mencari sumber energi lain di antariksa sana, meniru Om Jake Sully di film Avatar?
Padahal nih ya, oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Indonesia sudah dilimpahi oleh sumber energi lain yang tidak akan habis, yaitu sumber energi terbarukan atau renewable energi. Apa sumber energi terbarukan itu? Energi ini adalah energi yang berasal dari alam, sehingga tidak perlu khawatir akan habis. Bentuknya beragam, bisa berupa tenaga surya, tenaga angin, tenaga air, ataupun panas bumi. Tersedia dengan melimpah dan gratis.
Nah, dari seluruhnya, energi air merupakan jenis energi yang paling mudah dan murah untuk dimanfaatkan, terutama sebagai penghasil listrik. Biasanya, tenaga air didapatkan dengan memanfaatkan gerakan air dari sungai yang dibendung kemudian dialirkan ke turbin yang berfungsi mengubah energi kinetik dari gerakan air menjadi energi mekanik yang dapat menggerakan generator listrik. Ini yang disebut dengan “hydroelectric”. Hydroelectric ini menyumbang sekitar 715.000 MW atau sekitar 19% kebutuhan listrik dunia. bahkan di Kanada, 61% dari kebutuhan listrik negara berasal dari Hydroelectric.
Bagaimana di Indonesia? Potensi tenaga air di seluruh Indonesia sangat besar, diperkirakan sebesar 75.684 MW yang dapat dimanfaatkan untuk 800 pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas 100 MW ke atas.
Pernah berwisata ke Waduk Jatiluhur? Ini adalah contoh pembangit listrik tenaga air (PLTA). Waduk ini ada di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat yang dibangun pada tahun 1957 dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia. Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun, dikelola oleh PT. PLN (Persero). Wow besar kan?
Nah, waduk ini sangat luas, seperti danau, dan butuh investasi sangat besar. Belum lagi pembangunannya yang membutuhkan waktu lama dan berpotensi merusak lingkungan. Jadi, pembangunan PLTA tidak mudah juga, terutama di beberapa daerah yang relatif pinggiran.
Namun, untungnya, kita memang tidak pernah kehabisan ide. Beberapa pembangkit listrik skala kecil bermunculan, sehingga lebih mudah diaplikasikan, terutama di daerah-daerah yang sulit terjangkau. Salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga mikrohidro.
Sistem pembangkit tenaga mikrohidro dapat dipasang di sungai kecil dan tidak memerlukan dam yang besar sehingga dampak negatifnya terhadap lingkungan juga sangat kecil. Pembangkit tenaga mikrohidro dapat digunakan langsung sebagai penggerak mesin atau digunakan untuk menggerakan generator listrik dengan daya antara 5 kW sampai dengan 100 kW dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan energi sekitar 500 rumah hunian.
Pernah berwisata ke Waduk Jatiluhur? Ini adalah contoh pembangit listrik tenaga air (PLTA). Waduk ini ada di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat yang dibangun pada tahun 1957 dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia. Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun, dikelola oleh PT. PLN (Persero). Wow besar kan?
Nah, waduk ini sangat luas, seperti danau, dan butuh investasi sangat besar. Belum lagi pembangunannya yang membutuhkan waktu lama dan berpotensi merusak lingkungan. Jadi, pembangunan PLTA tidak mudah juga, terutama di beberapa daerah yang relatif pinggiran.
Namun, untungnya, kita memang tidak pernah kehabisan ide. Beberapa pembangkit listrik skala kecil bermunculan, sehingga lebih mudah diaplikasikan, terutama di daerah-daerah yang sulit terjangkau. Salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga mikrohidro.
Sistem pembangkit tenaga mikrohidro dapat dipasang di sungai kecil dan tidak memerlukan dam yang besar sehingga dampak negatifnya terhadap lingkungan juga sangat kecil. Pembangkit tenaga mikrohidro dapat digunakan langsung sebagai penggerak mesin atau digunakan untuk menggerakan generator listrik dengan daya antara 5 kW sampai dengan 100 kW dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan energi sekitar 500 rumah hunian.
Bicara tentang mikrohidro, saya jadi ingat salah satu pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) yang sempat saya kunjungi dua tahun lalu. Letaknya di Desa Cinta Mekar, kabupaten Subang, Jawa Barat, daerah yang sempat masuk dalam daftar daerah tertinggal. PLTMH ini bisa dibilang sangat terkenal, pengunjung dari beragam negara bergantian datang, ingin melihat langsung proyek listrik yang ramai disebut dalam beberapa literatur internasional ini.
Konsep dari PLTMH Cinta Mekar ini juga unik, dan menjadi konsep standar yang selalu diterapkan oleh Ibeka. Aliran sungai yang melewati desa ini bukan cuma bermanfaat menghasilkan listrik, namun juga berkontribusi pada perkembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Nah, bagaimana bisa?
Pertama, sedari awal, masyarakat Cinta Mekar dilibatkan dalam pembangunan PLTMH, dan Yayasan Ibeka menjadi pendamping dalam kegiatan sosial-kemasyarakatannya. Sistem PLTMH berbasis masyarakat ini yang menjadi kunci kesuksesan Cinta Mekar. Masyarakat sendiri yang pertanggung jawab dalam pengelolaan, perawatan, pengorganisasisan, hingga pola penagihan terhadap pelanggan. Listrik yang dihasilkan oleh PLTMH kemudian juga dijual kepada PLN dengan harga Rp 432/kWh. Alhasil, masyarakat mendapatkan pemasukan sekitar Rp 25 juta per bulan, dengan keuntungan bersih mencapai Rp 10 juta.
Lalu, uang tersebut diapakan? Tentu saja dikembalikan ke masyarakat melalui peningkatan pendidikan, beasiswa untuk anak-anak desa Cinta Mekar, membangun fasilitas kesehatan, pemodalan untuk usaha warga desa, pembangunan infrastruktur desa, termasuk juga biaya pengelolaan desa dan biaya rutin koperasi. Penduduk yang tidak mampu juga diberikan akses listrik dengan gratis. Dan dengannya, desa Cinta Mekar meninggalkan gelarnya sebagai desa tertinggal (horee!)
Lalu bagaimana dengan dampaknya terhadap lingkungan? Masyarakat sendiri sudah diberikan pemahaman bahwa energi listrik yang dihasilkan oleh PLTMH akan sangat bergantung pada kondisi sungai. Jika daerah aliran rusak, maka suplai listrik juga turut terganggu yang akhirnya membuat pendapatan mereka berkurang. Karenanya, mereka bergotong-royong mengawasi kondisi sungai mereka. Selain itu, air sungai untuk menggerakkan turbin juga akan kembali dialirkan ke sungai sehingga tidak mengganggu irigasi dan mata pencaharian utama warga yaitu bertani. Jadi, tidak perlu menjadi ‘manusia serakah’ seperti di film Avatar yang ingin mengambil sumber energi dengan mengorbankan lingkungan, kan?
Kembali ke tenaga air, Kementerian ESDM memperkirakan dari potensi air yang tersebar di seluruh Indonesia, sebanyak 10 persen di antaranya bisa dibangun pembangkit listrik tenaga microhidro. Sayangnya potensi energi air yang sangat besar itu belum dimanfaatkan maksimal, baru sekitar 5 persen saja. Padahal, pembangunan pembangkit listrik skala kecil tentu akan sangat membantu tingkat ketersediaan listrik atau eletrifikasi nasional. Pada tahun 2011, rasio elektrifikasi nasional hanya sebesar 72,95%. Sisanya, sebanyak 27.05% wilayah di Indonesia belum terjangkau listrik dengan kendala yang beragam, salah satunya karena lokasi yang terpencil sehingga aksesnya sulit. Nah, pembangkit listrik mikrohidro ini bisa dijadikan solusi, terutama untuk daerah-daerah yang memiliki sungai dan potensi tenaga listrik. Namun, ada syaratnya: kondisi hutan yang baik dan volume air stabil.
Konsep dari PLTMH Cinta Mekar ini juga unik, dan menjadi konsep standar yang selalu diterapkan oleh Ibeka. Aliran sungai yang melewati desa ini bukan cuma bermanfaat menghasilkan listrik, namun juga berkontribusi pada perkembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Nah, bagaimana bisa?
Pertama, sedari awal, masyarakat Cinta Mekar dilibatkan dalam pembangunan PLTMH, dan Yayasan Ibeka menjadi pendamping dalam kegiatan sosial-kemasyarakatannya. Sistem PLTMH berbasis masyarakat ini yang menjadi kunci kesuksesan Cinta Mekar. Masyarakat sendiri yang pertanggung jawab dalam pengelolaan, perawatan, pengorganisasisan, hingga pola penagihan terhadap pelanggan. Listrik yang dihasilkan oleh PLTMH kemudian juga dijual kepada PLN dengan harga Rp 432/kWh. Alhasil, masyarakat mendapatkan pemasukan sekitar Rp 25 juta per bulan, dengan keuntungan bersih mencapai Rp 10 juta.
Lalu, uang tersebut diapakan? Tentu saja dikembalikan ke masyarakat melalui peningkatan pendidikan, beasiswa untuk anak-anak desa Cinta Mekar, membangun fasilitas kesehatan, pemodalan untuk usaha warga desa, pembangunan infrastruktur desa, termasuk juga biaya pengelolaan desa dan biaya rutin koperasi. Penduduk yang tidak mampu juga diberikan akses listrik dengan gratis. Dan dengannya, desa Cinta Mekar meninggalkan gelarnya sebagai desa tertinggal (horee!)
Lalu bagaimana dengan dampaknya terhadap lingkungan? Masyarakat sendiri sudah diberikan pemahaman bahwa energi listrik yang dihasilkan oleh PLTMH akan sangat bergantung pada kondisi sungai. Jika daerah aliran rusak, maka suplai listrik juga turut terganggu yang akhirnya membuat pendapatan mereka berkurang. Karenanya, mereka bergotong-royong mengawasi kondisi sungai mereka. Selain itu, air sungai untuk menggerakkan turbin juga akan kembali dialirkan ke sungai sehingga tidak mengganggu irigasi dan mata pencaharian utama warga yaitu bertani. Jadi, tidak perlu menjadi ‘manusia serakah’ seperti di film Avatar yang ingin mengambil sumber energi dengan mengorbankan lingkungan, kan?
Kembali ke tenaga air, Kementerian ESDM memperkirakan dari potensi air yang tersebar di seluruh Indonesia, sebanyak 10 persen di antaranya bisa dibangun pembangkit listrik tenaga microhidro. Sayangnya potensi energi air yang sangat besar itu belum dimanfaatkan maksimal, baru sekitar 5 persen saja. Padahal, pembangunan pembangkit listrik skala kecil tentu akan sangat membantu tingkat ketersediaan listrik atau eletrifikasi nasional. Pada tahun 2011, rasio elektrifikasi nasional hanya sebesar 72,95%. Sisanya, sebanyak 27.05% wilayah di Indonesia belum terjangkau listrik dengan kendala yang beragam, salah satunya karena lokasi yang terpencil sehingga aksesnya sulit. Nah, pembangkit listrik mikrohidro ini bisa dijadikan solusi, terutama untuk daerah-daerah yang memiliki sungai dan potensi tenaga listrik. Namun, ada syaratnya: kondisi hutan yang baik dan volume air stabil.
Nah, jika pembangkit listrik tenaga mikrohidro dinilai masih terlalu sulit untuk diterapkan, masih ada pembangkit listrik tenaga pico hidro, yang skalanya jauh lebih kecil. Teknologi picohidro ini dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan energi terbatas, seperti menghidupkan lampu dan keperluan alat elektronik berdaya kecil di daerah-daerah sangat terpencil yang belum terjangkau listrik. Secara gampangnya, picohidro cukup lah untuk menghidupkan lampu di beberapa rumah agar anak-anak bisa tetap belajar di waktu malam dan tidak bergantung pada lampu minyak yang selain boros (dan terbatas) juga merusak mata mereka. Biar anak-anak di desa terpencil ini semakin pintar dan turut berkontribusi memikirkan solusi krisis energi nantinya :) Kelak, semoga tidak perlu bergantung pada energi fosil yang terbatas itu dan tak perlu jauh-jauh ke Planet Pandora mencari energi lain. Semuanya sudah disediakan oleh #SobatBumi kita untuk manusia yang disayanginya :)