Belum lama berselang, dalam sebuah media, seorang penggagas program Indonesia Mengajar, yang mengirim para sarjana berprestasi untuk mengajar ke desa-desa terpencil seluruh Indonesia, mas Anies Baswedan, mengeluhkan pendidikan kita yang berorientasi Urban.
Tidak disebutkan secara jelas latar belakang keluhan itu. Saya menduga-duga bahwa keluhan ini kemungkinan besar adalah merepresentasikan keluhan guru-guru sarjana yang dikirim ke desa-desa itu. Saya tidak ingin mengkritisi Program mulia ini, namun nampaknya tujuan mengirim sarjana mengajar ke desa-desa mungkin di satu sisi berhasil membangun kesadaran para sarjana ini tentang kondisi lokal di pedesaan, namun di sisi lain mungkin diragukan keefektifannya untuk mengembalikan pendidikan sesuai tujuannya, yaitu mendekatkan para siswa dengan realitas masyarakatnya. Nah, inilah barangkali mengapa kemudian keluhan itu muncul.
Tidak disebutkan secara jelas latar belakang keluhan itu. Saya menduga-duga bahwa keluhan ini kemungkinan besar adalah merepresentasikan keluhan guru-guru sarjana yang dikirim ke desa-desa itu. Saya tidak ingin mengkritisi Program mulia ini, namun nampaknya tujuan mengirim sarjana mengajar ke desa-desa mungkin di satu sisi berhasil membangun kesadaran para sarjana ini tentang kondisi lokal di pedesaan, namun di sisi lain mungkin diragukan keefektifannya untuk mengembalikan pendidikan sesuai tujuannya, yaitu mendekatkan para siswa dengan realitas masyarakatnya. Nah, inilah barangkali mengapa kemudian keluhan itu muncul.
Anak-anak desa yang "diajar oleh para sarjana" itu niscaya adalah daftar tunggu urbanisasi ke kota-kota besar yang sudah syarat dengan berbagai masalah sosial, ekonomi, lingkungan dsbnya akibat kepadatannya. Apa pasalnya ? Ya jelas, karena sistem pendidikan dengan kurikulumnya mengarahkan anak-anak desa untuk menjadi pekerja di kota.
Belum lama, saya juga membaca di sebuah milist, bahwa ada dana milyaran digelontorkan oleh suatu Pemda untuk membangun "boarding school" bagi para dhu'afa. Setelah saya dalami ternyata para dhua'afa ini akan dididik menjadi tenaga kerja terampil siap bekerja. Keterampilan apa? Ya tentu saja keterampilan khas yang dibutuhkan kota-kota besar. Ternyata merekapun digiring untuk menjadi Urban di kota-kota besar.
Jika pendidikan selalu berorientasi Urbanisasi ke kota-kota besar, maka pantas saja apapun program konservasi kota akan sulit karena padatnya penduduk, itu sama sulitnya dengan konservasi desa karena jarangnya penduduk.
Tidak bisa tidak, jika menginginkan perbaikan kondisi lingkungan kota dan juga lingkungan desa, maka pendidikan harus dikembalikan orientasinya ke desa. Pendidikan harus memberikan ruang bagi warga desa untuk mengendalikan pembangunannya sendiri (community driven development). Desentralisasi harus juga dimaknakan kepada desentralisasi pendidikan. Peran asli desa asli (indigenous village) juga harus dikembalikan agar desa memiliki kemampuan memberdayakan dirinya (selfhelp).
Pendidikan yang berorientasi desa akan menyelesaikan dua masalah besar ekonomi dan sosial sekaligus, yaitu kemiskinan perkotaan dan kemiskinan perdesaan. Pendidikan yang berorientasi desa, juga akan menyelesaikan masalah lingkungan hidup di kota-kota besar seperti sanitasi, kesehatan, polusi dsbnya, dan pendidikan inipun membuat desa dipenuhi warga yang mampu mengelola keunggulan lokalnya baik potensi ekonomi, potensi alam, kearifan lokal dsbnya.
Desa atau kampung bukan lagi strata terbawah pembangunan, namun menjadi strata terdepan pembangunan. Komunitas desa menjadi pengendali pembangunan dirinya. Istilah top-down membangun desa oleh negara berubah menjadi desa membangun atau bottom-up oleh komunitas warga desa. Pemerintah hanya fasilitator dan regulator yang memudahkan semua proses ini, bukan mengebiri proses yang ada.
Sejatinya pendidikan yang berorientasi desa adalah pendidikan yang membasiskan kurikulumnya kepada keunggulan lokal dengan rancangan bahwa anak-anak desa mampu membangun desanya dengan keunggulan lokal itu. Anak-anak desa itu tumbuh kembang bersama komunitas desa, membentuk karakter dan kepemimpinannya dengan menjiwai kearifan lokal dan keunikan alam, menyesuaikan talenta dirinya dalam rantai proses pemberdayaan keunggulan lokal itu.
Nah, jika masih memandang penyeragaman pendidikan adalah sesuatu yang wajar, maka ketahuilah bahwa Allah swt menjadikan keberagaman di alam semesta untuk dipelajari, dipahami dan dikembangkan sesuai keberagaman dan keunikan itu. Setelah itu, maka tugas kita kemudian adalah menyempurnakan Akhlaknya.
Salam Pendidikan Masa Depan
Belum lama, saya juga membaca di sebuah milist, bahwa ada dana milyaran digelontorkan oleh suatu Pemda untuk membangun "boarding school" bagi para dhu'afa. Setelah saya dalami ternyata para dhua'afa ini akan dididik menjadi tenaga kerja terampil siap bekerja. Keterampilan apa? Ya tentu saja keterampilan khas yang dibutuhkan kota-kota besar. Ternyata merekapun digiring untuk menjadi Urban di kota-kota besar.
Jika pendidikan selalu berorientasi Urbanisasi ke kota-kota besar, maka pantas saja apapun program konservasi kota akan sulit karena padatnya penduduk, itu sama sulitnya dengan konservasi desa karena jarangnya penduduk.
Tidak bisa tidak, jika menginginkan perbaikan kondisi lingkungan kota dan juga lingkungan desa, maka pendidikan harus dikembalikan orientasinya ke desa. Pendidikan harus memberikan ruang bagi warga desa untuk mengendalikan pembangunannya sendiri (community driven development). Desentralisasi harus juga dimaknakan kepada desentralisasi pendidikan. Peran asli desa asli (indigenous village) juga harus dikembalikan agar desa memiliki kemampuan memberdayakan dirinya (selfhelp).
Pendidikan yang berorientasi desa akan menyelesaikan dua masalah besar ekonomi dan sosial sekaligus, yaitu kemiskinan perkotaan dan kemiskinan perdesaan. Pendidikan yang berorientasi desa, juga akan menyelesaikan masalah lingkungan hidup di kota-kota besar seperti sanitasi, kesehatan, polusi dsbnya, dan pendidikan inipun membuat desa dipenuhi warga yang mampu mengelola keunggulan lokalnya baik potensi ekonomi, potensi alam, kearifan lokal dsbnya.
Desa atau kampung bukan lagi strata terbawah pembangunan, namun menjadi strata terdepan pembangunan. Komunitas desa menjadi pengendali pembangunan dirinya. Istilah top-down membangun desa oleh negara berubah menjadi desa membangun atau bottom-up oleh komunitas warga desa. Pemerintah hanya fasilitator dan regulator yang memudahkan semua proses ini, bukan mengebiri proses yang ada.
Sejatinya pendidikan yang berorientasi desa adalah pendidikan yang membasiskan kurikulumnya kepada keunggulan lokal dengan rancangan bahwa anak-anak desa mampu membangun desanya dengan keunggulan lokal itu. Anak-anak desa itu tumbuh kembang bersama komunitas desa, membentuk karakter dan kepemimpinannya dengan menjiwai kearifan lokal dan keunikan alam, menyesuaikan talenta dirinya dalam rantai proses pemberdayaan keunggulan lokal itu.
Nah, jika masih memandang penyeragaman pendidikan adalah sesuatu yang wajar, maka ketahuilah bahwa Allah swt menjadikan keberagaman di alam semesta untuk dipelajari, dipahami dan dikembangkan sesuai keberagaman dan keunikan itu. Setelah itu, maka tugas kita kemudian adalah menyempurnakan Akhlaknya.
Salam Pendidikan Masa Depan